Kamis, 21 Maret 2013

Ucapan yang Mulia


Tak akan berkata jorok, si orang mulia,
tak akan pula menghapal ucapan tercela
Ia curahkan semua tenaga,
dan bila bicara indah dan benar ucapannya

Jalaluddin Rumi, Menggapai Cinta Ilahi dengan Menari

Puisi karya Jalaluddin Rumi dikenal luas, dan menjadi sumber rujukan bagi setiap kajian mengenai dunia sufi selama beberapa abad terakhir. lahir pada 30 September 1207 M di Balkh (kini Afganistan) dari keluarga Bangsawan. Ayahnya Baha’ Walad, adalah seorang Fuqaha (ahli Fiqih) yang juga sufi dan mengajar syariat di masjid dan tempat umum lainnya.
Meski Baha’ menikah dengan wanita Bangsawan, ia menentang kibijakan Sultan Kharazmashan ketika itu. Mula-mula Sultan selalu menghadiri pengajian Baha’, tetapi karena pembelotan Baha’ dan cemburu, gara-gara Baha’ kian populer di mata rakyat. Sultan tidak lagi hadir . belakangan Sultan mencurigai ajaran Baha’ dan akhirnya Baha’ dianggap sebagai musuh.

Al-Qur'an Menerangi Hati


"Terangi rumahmu dengan lampu, dan terangi hatimu dengan Al-Qur'an."

---Al Habib Abdullah bin Muhsin Al Atthos---

Habib Al-Ajami

Nama lengkapnya adalah Habib ibnu Muhammad al-Ajami al-Bashri. Dia orang Persia yang tinggal di Bashrah. Dia seorang perawi terkemuka yang meriwayatkan hadits dari Hasan Bashri, Ibnu Sirin dan lainnya. Keberpalingannya dari kesenangan hidup dan dari memperturutkan hawa nafsunya, dipicu oleh kefasihan Al-Hasan. Habib sering menghadiri ceramah-ceramahnya, dan akhirnya menjadi salah satu teman terdekatnya.
Awalnya dia seorang yang kaya raya yang berprofesi sebagai lintah darat. Ia tinggal di Bashrah. Setiap hari ia berkeliling kota untuk menagihi orang-orang yang berhutang padanya. Jika tidak ada uang, ia akan meminta pembayaran dengan kulit domba untuk bahan sepatunya, begitulah mata pencahariannya.

Rasa Takut dan Harap Adalah Obat

 
Rasa takut kepada Allah Al-Adhim
dan juga rasa harap,
Keduanya adalah obat
yang sangat bermanfaat
---Habib Abdullah Al Haddad---

Ahmad Ibnu Harb

Ahmad ibnu Harb an-Naisyaburi adalah seorang sufi terkemuka dari Nisyabur, seorang ahli hadits yang handal, dan seorang pejuang di sejumlah perang suci. Ia datang ke Baghhdad pada masa Ahmad bin Hambal dan mengajar di sana. Ia wafat pada 234 H / 849 M dalam usia 85 tahun.
Ia bertetangga dengan seorang Zoroastrian yang bernama Bahram. Bahram mengirim seorang untuk melakukan perjalanan dagang. Di tengah perjalanan, seluruh barang milik Bahram dibawa lari para pencuri.
Saat Ahmad mendengar berita pencurian itu, ia berkata pada muridnya, “Bangkitlah, musibah telah menimpa tetangga kita. Mari kita ke rumahnya dan menyatakan ikut berduka, walaupun ia seorang Zoroastrian, namun ia tetap tetangga kita.”
Ketika mereka tiba di depan pintu rumah Bahram, si tuan rumah nampak sedang menyalakan api sesembahannya. Bahram berlari menyambut mereka dan mencium tangan Ahmad. Bahram berpikir mungkin mereka lapar. Walaupun saat itu roti sulit di dapat, Bahram menyuguhkan roti di atas meja untuk mereka.
“Tidak usah repot-repot,” kata Ahmad, “Kami datang untuk menyatakan rasa simpati kami. Aku dengar barang-barangmu telah dicuri.”

Mengetahui Kesetiaan Orang

"Wajah adalah lembaran yang dapat dibaca. Jika hatinya keras, wajahnya tampak keras dan muram, hampir tidak pernah senyum. Jika hatinya lembut, ia akan bersikap ramah kepada teman-temannya, rindu pada kampung halaman, dan menyesali umur yang telah disia-siakannya. Sebagaimana dikatakan, bahwa jika kamu ingin mengetahui kesetiaan seseorang, maka perhatikanlah kerinduannya pada kampung halamannya, kesedihannya ketika mengingat teman-temannya yang telah meninggal dan penyesalannya atas umur yang telah dilewatkannya."
---Syu'bah bin Hajjaj---

Abu Bakar Asy-Syibli, Sufi yang Hendak “Membakar” Neraka

Ia pernah menjadi gubernur. Demi mencari kebenaran Ilahiah, ia rela meninggalkan jabatan, lalu jadi pengemis, dan sempat kelaparan.
Nama Abu Bakar Asy-Syibli banyak menghiasi berbagai kitab tentang sufi. Ulama besar ini tidak hanya dikenal dengan konsepnya tentang bagaimana menempuh jalan kerohanian, tapi juga terkenal karena kehidupannya yang unik. Harta berlimpah dan jabatan tinggi ditinggalkannya, demi memburu hakikat hidup dalam ritus sufisme yang mendalam. Tak pelak kehidupannya yang unik memberikan inspirasi para peminat tasawuf bagi generasi-generasi berikutnya.
Nama aslinya adalah Abu Bakar bin Dulaf ibnu Juhdar Asy-Syibly. Nama Asy-Syibli dinisbatkan kepadanya karena ia dibesarkan di Kota Syibli di wilayah Khurasan, Persia. Ia dilahirkan pada 247 H di Baghdad atau Samarra dari keluarga yang cukup terhormat. Mendapat pendidikan di lingkungan yang taat beragama dan berkecukupan harta, ia berkembang menjadi seorang yang cerdas.

Allah Is More Kind


Allah is more kind to His servants than a woman is to her child.
---Sahih Muslim No. 2754---

Al-Muhasibi, Penjaga Batin dari Basrah

Tentang al-Muhasibi, sufi besar Al-Imam Al-Qusyairi berkata: “Ia sufi yang tiada tandingannya dalam hal otoritas keilmuan, kesalehan. Pergaulan dan kekayaan intelektualnya.”
Siapa sebenarnya Al-Muhasibi, sehingga Al-Qusyairi begitu mengaguminya? Warisan apa yang ia tinggalkan buat generasi kaum muslimin masa kini?
Nama lengkapnya Abu Abdillah Al-Haris ibnu Asad Al-Basri Al-Muhasibi. Lahir pada abad ke-2 Hijriyah (165 H/781 di Basrah, Irak. Ia dibesarkan dalam keluarga yang berada baik secara materi maupun intelektual.
Dengan mudah ia pun pergi ke Baghdad untuk menuntut ilmu, dan di sana pula ia berkembang menjadi seorang intelektual. Ia menulis banyak kitab, meliputi berbagai ilmu pengetahuan seperti tafsir, hadis, fikh sampai tasawuf. Sementara pergaulannya yang luas dengan berbagai kalangan menghasilkan karya-karya dengan sudut pandang yang luas dan mendalam. Apalagi ia berguru kepada banyak ulama yang beberapa diantaranya sangat terkenal, seperti Imam Syafi’i, Yazid bin Harun, dan sebagainya.
Mula-mula ia mempelajari fikih, hadis dan tafsir. Dengan cepat murid yang cerdas ini menguasai cabang-cabang ilmu tersebut, bahkan belakangan ia dikenal sebagai ahli hadits pada zamannya. Para guru hadisnya, Syekh Hasyim Syureh bin Yunus, Yazid bin Harun, Abu an-Nadar, dan Junaid bin Daud. Sementara guru Fikihnya, Imam Syafi’i, Abi Ubaid Qasim bin Salim, dan Qadi Abu Yusuf.

Abu Thalib Al-Makki

Abu Thalib Al-Makki, Pemandu Amalan Tarekat Para Sufi

Ia dikenal sebagai sufi jenius dalam hal pemikiran yang tertuang dalam beberapa kitab, juga pengarang kitab ilmul Qulub dan Qutubul Qulub fi Mu’ammalatil Mahbub, yang cukup populer dikalangan para sufi maupun pengamat Tasawuf karena sering dirujuk dalam berbagai perbincangan. Dialah Abu Thalib Al-Makki.
Ia lahir di Jabal, sebuah desa tidak jauh dari Baghdad, Irak. Nama lengkapnya Muhammad bin Ali bin Athiyah Abu Thalib Al-Makki Al-Haritsi Al- Maliki. Dua nama di bagian belakang adalah julukannya. Ia mendapat julukan Al-Haritsi, karena memang dari suku Harits. Sedangkan julukan Al-Maliki, sebab ia bermazhab Maliki, sementara julukan Al-Makki, karena ia dibesarkan di Mekah.
Seperti beberapa sufi besar lainnya, tahun kelahiran Abu Thalib juga sulit ditemukan, tapi riwayat hidupnya bisa dilihat dari beberapa catatan dalam berbagai leteratur, meski hanya sedikit, catatan-catatan tersebut bisa mengungkapkan perikehidupannya. Abu Thalib Al-Makki wafat pada tahun 368 H / 966 M di Bahgdad.

Situs Sejarah Islam di Makkah Terancam Punah


Di Bawah Komando Saudi dan Ulama Wahabi Saudi, Situs Sejarah Islam di Makkah Terancam Punah 

Di Bawah Komando Saudi dan Ulama Wahabi Saudi, Situs Sejarah Islam di Makkah Terancam Punah

Beberapa situs paling suci bagi umat Islam, Mekkah, di Arab Saudi terancam punah. Pemerintah Kerajaan di Riyadh setuju dengan pembangunan Masjidil Haram menjadi kawasan megapolitan. Akibatnya, beberapa peninggalan sejarah Rasul Muhammad saw dinyatakan hilang.
The Independent baru-baru ini mengatakan upaya penyulapan kawasan Masjidil Haram menjadi kawasan elitis telah berlangsung sejak sepekan lalu.
Sebuah dokumentasi yang dilansir beberapa media internasional menunjukkan aktivitas pengerukan tanah di sebalah timur Ka’bah. Jejeran eskavator melubangi lahan dan membumihanguskan beberapa situs-situs bersejarah umat Islam.