Saba’
adalah sebuah kerajaan di abad klasik yang berdiri sejak 1300 SM,
terletak di wilayah Yaman saat ini. Kemasyhuran negeri Saba’
benar-benar sesuatu yang fenomenal dan menakjubkan bagi siapa saja yang
mengetahui kisahnya.
Awalnya kerajaan Saba’ dikenal dengan dengan Dinasti Mu’iinah sedangkan raja-raja mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba’. Ibu kotanya Sharwah, yang puing-puingnya terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib. Pada periode inilah bendungan Ma’rib mulai dibangun. Periode ini antara tahun 1300 SM hingga 620 SM. Pada periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah mereka dikenal dengan nama Saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya.
Penyebab Hancurnya Bendungan Ma’rib
Siapakah Saba’ Itu?
Dalam hadis Farwah bin Musaik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah ditanya oleh seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, kabarkanlah
kepadaku tentang Saba’? Apakah Saba’ itu? Apakah ia adalah nama sebuah
tempat ataukah nama dari seorang wanita?” Beliau pun menjawab,
لَيْسَ بِأَرْضٍ وَلَا امْرَأَةٍ وَلَكِنَّهُ رَجُلٌ وَلَدَ عَشْرَةً مِنَ العَرَبِ، فَتَيَامَنَ سِتَّةٌ وَتَشَاءَمَ أَرْبَعَةٌ
“Dia
bukanlah nama suatu tempat dan bukan pula nama wanita, tetapi ia adalah
seorang laki-laki yang memiliki sepeluh orang anak dari bangsa Arab.
Enam orang dari anak-anaknya menempati wilayah Yaman dan empat orang
menempati wilayah Syam.” (HR. Abu Dawud, no. 3988 dan Tirmidzi, no. 3222).
Dalam riwayat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu
ada tambahan nama-nama dari anak Saba, “Adapun yang menempati wilayah
Yaman, mereka adalah: Madzhij, Kindah, al-Azd, al-Asy’ariyun, Anmar, dan
Himyar. Dan yang menempati wilayah Syam adalah Lakhm, Judzam, Amilah,
dan Ghassan (HR. Ahmad, no. 2898).
Para sejarawan juga mencatat
bahwa nama asli dari Saba’ adalah Abdu asy-Syams. Dan sebagaimana kita
ketahui, nama-nama kabilah Arab terambil dari nama anak-anak Saba’.
Kerajaan Saba’
Awalnya kerajaan Saba’ dikenal dengan dengan Dinasti Mu’iinah sedangkan raja-raja mereka dijuluki sebagai Mukrib Saba’. Ibu kotanya Sharwah, yang puing-puingnya terletak 50 km ke arah barat laut dari kota Ma’rib. Pada periode inilah bendungan Ma’rib mulai dibangun. Periode ini antara tahun 1300 SM hingga 620 SM. Pada periode berikutnya, antara tahun 620 SM – 115 SM, barulah mereka dikenal dengan nama Saba’. Mereka menjadikan Ma’rib sebagai ibu kotanya.
Letak Geografi
Dahulu, secara garis besar
wilayah Jazirah Arab dibagi menjadi dua bagian, bagian Utara dan bagian
Selatan. Arab bagian Selatan lebih maju dibandingkan Arab bagian Utara.
Masyarakat Arab bagian Selatan adalah masyarakat yang dinamis dan
memiliki peradaban, mereka telah mengenal kontak dengan dunia
internasional karena pelabuhan mereka terbuka bagi pedagang-pedagang
asing yang hendak berniaga ke sana. Sementara orang-orang Arab Utara
adalah mereka yang terbiasa dengan kerasnya kehidupan padang pasir,
mereka kaku dan lugu karena kurangnya kontak dengan dunia luar. Tentu
saja geografi kerajaan Saba’ sangat mempengaruhi bagi kemajuan peradaban
mereka.
Kemakmuran Kaum Saba’
Kerajaan Saba’ terkenal dengan
hasil alamnya yang melimpah, orang-orang pun banyak berhijrah dan
bermitra dengan mereka. Perekonomian mereka begitu menggeliat hidup dan
sangat dinamis. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman mengabarkan tentang kemakmuran kaum Saba’
لَقَدْ
كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ وَشِمَالٍ
كُلُوا مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ
وَرَبٌّ غَفُورٌ
“Sesungguhnya
bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah) di tempat kediaman mereka,
yaitu dua buah kebun, di sebelah kanan dan di sebelah kiri.” (QS. Saba’: 15)
Kedua kebun tersebut sangat luas
dan diapit oleh dua gunung di wilayah Ma’rib. Tanahnya pun sangat subur,
menghasilkan berbagai macam buah dan sayuran. Qatadah dan Abdurrahman
bin Zaid rahimahumallah
mengisahkan, apabila ada seseorang yang masuk ke dalam kebun tersebut
dengan membawa keranjang di atas kepalanya, ketika keluar dari kebun itu
keranjang tersebut akan penuh dengan buah-buahan tanpa harus memetik
buah tersebut. Abdurrahman bin Zaid menambahkan, di sana tidak ditemukan
nyamuk, lalat, serangga, kalajengking, dan ular (Tafsir ath-Thabari, 20: 376-377).
Menurut al-Qusyairi, penyebutan dua kebun tersebut tidak berarti
bahwa di Saba’ kala itu hanya terdapat dua kebun itu saja, tapi maksud
dari dua kebun itu adalah kebun-kebun yang berada di sebelah kanan dan
kiri lembah atau dianatara gunung tersebut. Kebun-kebun di Ma’rib saat
itu sangat banyak dan memiliki tanaman yang bervariasi (Fathul Qadir, 4: 422).
Yang membuat tanah di Ma’rib
menjadi subur adalah bendungan Ma’rib atau juga dikenal dengan nama
bendungan ‘Arim, bendungan yang panjangnya 620m, lebar 60m, dan tinggi
16m ini mendistribusikan airnya ke ladang-ladang penduduk dan juga
menjadi sumber air di wilayah Ma’rib.
Literatur sejarah
menyebutkan bahwa yang membangun bendungan ini adalah Raja Saba’ bin
Yasyjub sedangkan buku-buku tafsir mencatumkan nama Ratu Bilqis sebagai
pemrakarsa dibangunnya bendungan ini. Ratu Bilqis berinisiatif
mendirikan bendungan tersebut lantaran terjadi perebutan sumber air di
antara rakyatnya yang mengakibatkan mereka saling bertikai bahkan saling
membunuh.
Dengan dibangunnya bendungan ini,
orang-orang Saba’ tidak perlu lagi khawatir akan kehabisan air dan
memperbutkan sumber air, karena bendungan tersebut sudah menjamin
kebutuhan air mereka, mengairi kebun-kebun dan memberi minum ternak
mereka.
Kehancuran Kaum Saba’
Sebelum Ratu Bilqis masuk Islam,
kaum Saba’ menyembah matahari dan bintang-bintang. Setelah ia memeluk
Islam, maka kaumnya pun berbondong-bondong memeluk agama Islam yang
didakwahkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam.
Sampai kurun waktu tertentu, kaum Saba’ tetap mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun kemudian, mereka kembali ke agama nenek moyang mereka, menyembah matahari dan bintang-bintang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus tiga belas orang rasul kepada mereka (Tafsir Ibnu Katsir,
6: 507), akan tetapi mereka tetap tidak mau kembali ke agama
monotheisme, mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukannya dengan
sesuatu apa pun. Allah pun mencabut kenikmatan yang telah Dia
anugerahkan kepada mereka,
فَأَعْرَضُوْا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ العَرِمِ
“Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir al-‘arim.” (QS. Saba’: 16)Penyebab Hancurnya Bendungan Ma’rib
Penyebab kehancuran bendungan tersebut tentu saja adalah takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan akibat dari kaum Saba’ yang kufur akan nikmat Allah terhadap
mereka. Namun, Allah menciptakan suatu perantara yang bisa diterima oleh
logika manusia agar manusia lebih mudah untuk merenungi dan mengambil
pelajaran. Di dalam buku-buku tafsir disebutkan, seekor tikus yang lebih
besar dari kucing sebagai penyebab runtuhnya bendungan Ma’rib.
Subhanallah! Betapa mudahnya Allah menghancurkan bendungan tersebut,
meskipun dengan seekor makhluk kecil yang dianggap eremah, tikus.
Sebab lain yang disebutkan oleh
sejarawan adalah terjadinya perang saudara di kalangan rakyat Saba’
sementara bendungan mereka butuh pemugaran karena dirusak oleh
musuh-musuh mereka (at-Tahrir wa at-Tanwir, 22: 169), perang saudara
tersebut mengalihkan mereka dari memperbaiki bendungan Ma’rib. Allahu
a’lam mana yang lebih benar mengenai berita-berita tersebut.
Bendungan ini hancur sekitara
tahun 542 M. Setelah itu, mereka hidup dalam kesulitan,
tumbuhan-tumbuhan yang tumbuh subur di tanah mereka tidak lagi
menghasilkan buah seperti sebelum-sebelumnya dan Yaman saat ini termasuk
salah satu negeri termiskin dan terkering di Jazirah Arab. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Tetapi mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka
banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun
yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka.
Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya
kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS. Saba’: 16-17)
Dalam firman-Nya yang lain
“Dan
Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah
dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat
Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan
ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan sesungguhnya
telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi
mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka
adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An-Nahl: 112 – 113).
Kalau kita renungkan kisah kaum
Saba’ dengan perenungan yang mendalam, tentu saja kita menemukan suatu
kengerian, bagaimana sebuah negeri yang teramat sangat subur, lalu
menjadi negeri yang kering dan tandus. Allah mengabadikan kisah kaum
Saba’ ini di dalam Alquran dan memberi nama surat yang memuat kisah
mereka dengan surat Saba’. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar manusia
senantiasa mengingat-ingat apa yang terjadi kepada kaum ini. Demikian
pula negeri kita, Indonesia,
yang disebut sebagai jamrud katulistiwa, tongkat yang dibuang ke tanah
akan menjadi pohon, sebagai gambaran kesuburannya, hendaknya kita
merenungi apa yang terjadi pada kaum Saba’ agar kita tidak mengulang
kisah perjalan mereka.
“Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda kekuasaan
Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur.” (QS. Saba’: 19)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar