Rabu, 03 April 2013

Hadits Berpegangteguh Pada Kitabullah & Sunnah Rasul, Ternyata Hadits Dhaif

Hadits Dhaif ini populer sekali. Isinya, “Aku tinggalkan dua perkara padamu yang jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.”
Kita tentu sudah sering membaca hadits ini dari berbagai buku Islam dan juga khutbah-khutbah di mesjid-mesjid. Sudah begitu lama hadits ini kita dengar, sehingga memang akhirnya berlaku hukum-repetisi (biasanya dipakai dalam dunia periklanan), bahwa sesuatu yang sering sekali diulang-ulang, akan jadi sebuah kebenaran yang melekat kuat dalam pikiran kita.

Kalau kita perhatikan secara seksama buku bacaan yang mengutip hadits ini, umumnya ternyata dikutip bukan dari sumber pertama munculnya hadits (kitab hadits), melainkan biasanya dikutip dari buku lain, yang ditulis oleh penulis-penulis lain.
Misalnya saat kita membaca buku Ilmu Politik Islam, karangan Abdul Rashid Moten, di hal. 90, ada tertulis kutipan hadits ini dalam khutbah Rasulullah saat Haji Wada’. Buku ini ternyata mengutipnya dari buku The Life of Muhammad, karya Muhammad Husein Haykal, terjemahan Isma’il Raji al-Faruqi (Kuala lumpur, Islamic Book Trust, 1993, hal. 486-7). Begitulah umumnya, jadi bukan langsung dari kitab hadits.
Dari hasil pencarian dan penelitian yang sangat melelahkan dengan memakan waktu yang sangat lama, akhirnya Syeikh Mu’tashim Sayyid Ahmad, dalam bukunya “Kebenaran Yang Hilang”, menemukan bahwa ternyata hadits ini sama sekali tidak diriwayatkan bahkan oleh para penulis kitab hadits shahih yang enam di kalangan ahlus Sunnah (Bukhari, Muslim, dll).
Kenyataan ini saja sebenarnya sudah cukup untuk menyatakan betapa hadits ini dhaif.
Umumnya kita memang tidak ahli dengan ilmu Hadits atau mengkaji kitab-kitab Hadits, sehingga hanya karena saking populernya hadits dhaif ini, lalu kita pun betul-betul telah begitu yakin seolah-olah hadits dhaif ini memang diriwayatkan oleh kitab-kitab shahih, terutama sahih Bukhari dan sahih Muslim, padahal kenyataannya tidak.
Bahkan beberapa penulis dan khatib banyak yang lalu secara latah menyebutkan hadits dhaif ini sebagai riwayat dari Bukhari-Muslim (tanpa pernah mengeceknya sama sekali).
Lalu dimana sebenarnya hadits dhaif ini muncul pertama sekali?
Dari hasil penelusurannya secara lebih mendalam, maka ditemukanlah ternyata sumber hadits dhaif ini ada di dalam kitab al-Muwaththa Imam Malik, Sirah Ibnu Hisyam dan kitab ash-Shawa’iq Ibnu Hajar.
Namun riwayat hadits ini ternyata mursal di dalam kitab ash-Shawa’iq, dan terpotong sanadnya di dalam Sirah Ibu Hisyam. (lihat Sirah Ibnu Hisyam, cetakan lama jilid 2, hal 603; cetakan ketiga, jilid 4, hal 185; cetakan terakhir, jilid 2, hal 221)
Adapun dalam riwayat Imam Malik, terhadap hadits ini adalah khabar marfu’ saja, yang tidak ada sanadnya sama sekali (silakan lihat kitab Al-Muwaththa, Imam Malik, jilid 2 hal 46).
Pertanyaannya juga adalah, mengapa hanya Imam Malik yang meriwayatkan hadits ini sementara gurunya Abu Hanifah atau muridnya Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal tidak meriwayatkannya. Jika hadits ini shahih maka kenapa para Imam mazhab lain dan para Imam hadits berpaling darinya?
Lalu hadits yang sebenarnya seperti apa?
Hadits yang sebenarnya termaktub dalam banyak kitab hadits shahih lainnya adalah:
“Aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan sesat selama-lamanya sepeninggalku, yaitu Kitab Allah dan ‘ltrah Ahlul Baitku“.
Hadits tersebut bisa dilihat pada Kitab Sahih Muslim, juz 4, halaman 123, terbitan Dar al-Ma’arif Beirut – Lebanon.
Jika ingin langsung buka sekarang, bisa diklik Hadits Online ini, lalu carilah shahih muslim no. 4425
Dalam kitab itu, Muslim meriwayatkan:
“… wahai manusia, sesungguhnya aku ini manusia yang hampir didatangi oleh utusan Tuhanku, maka aku pun menghadap-Nya. Sesungguhnya aku tinggalkan padamu dua perkara yang amat berharga, yang pertama adalah Kitab Allah, yang merupakan tali Allah. Barangsiapa yang mengikutinya maka dia berada di atas petunjuk, dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia berada di atas kesesatan.
Adapun yang kedua adalah Ahlul Baitku. Demi Allah, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku, aku peringatkan kamu akan Ahlul Baitku.’
Jadi Apakah Berpegangteguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasul Itu Tidak Benar?
Justru pada dasarnya perintah Rasulullah saaw untuk berpegangteguh pada Kitabullah (Al-Qur’an) dan Ahlul Bait atau Keluarga-Nabi inilah yang akan menyelamatkan umat Islam dari berbagai penyimpangan, dan yang akan membuat kita berada pada Sunnah Rasul.
Sebab Keluarga Nabi saaw inilah yang akan MENJAGA keaslian dan kemurnian ajaran Islam, memelihara Sunnah Rasulullah saaw.
Pada hakikatnya, jika kita berpegangteguh pada Ahlul Bait atau keluarga Rasulullah saaw, maka sesungguhnya kita telah berpegangteguh pada Sunnah Rasul. Sebab Allah swt sendiri telah menjamin bahwa para Imam as dari keluarga nabi saaw ini adalah manusia SUCI, sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (QS. Al-Ahzab : 33).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar