Prilaku Penghianat“Yaitu orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memotong
apa yang telah diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk
menghubungkannya dan membuat kerusakan dimuka bumi. Mereka itulah
orang-orang yang rugi.”
Ayat ini masih menjelaskan tentang predikat orangn-orang kafir, orang
fasik dan orang-orang munafik. Mereka memiliki karakter yang sangat
jelas, yaitu sikap untuk terus menerus melanggar komitmen yang sudah
disepakati bersama, bahkan memiliki kecendrungan untuk memutuskan jalan
bagi berlakunya perintah-perintah Allah, dengan suatu kepentingan, agar
struktur dunia ini hancur, buni ini gonjang ganjing, dan bahkan pada
akhirnya sejarah mencatat mereka sebagai golongan orang-orang yang
ememtik kerugian besar.
Dalam perjalanan batin kita menuju kepada
Allah, senantiasa muncul nafsu-nafsu untuk melanggar aturan-aturan
dunia samawat (langit), yang sesungguhnya telah jadi kesepakatan dan
kita teguhkan dizaman “azali” dulu, bahwa kita senantiasa akan
berselaras dengan Perjanjian Ilahiah (‘Ahdullah) ketika itu. Tetapi
orang yang tertutup hatinya oleh kegelapan duniawi, yang ditegakkan oleh
ambisi dan nafsu, maka Perjanjian Ilahiah tertutup dari jati diri kita,
rahasi batin kita, sehingga justru nafsu itu ingin mengabaikan
aturan-aturan Ilahiah yang murni dan hakiki.
Allah memberikan
gambaran, bahwa kecendrungan itu akan mengakibatkan kerusakan dubia dan
bumi ini, karena manusia melanggar kekhalifahan dirinya, yaitu jabatan
yang telah diberikan Allah dalam “konstitusi ruhani” dialam ‘azali dulu.
Kekhalifahan
yang tercerabut, akhirnya memunculkan “kekhalifahan semu” yang emnjadi
alat penghancur bumi, alat kefasikan dan kemunafikkan, alat dunia
lahiriah dengan segala daya tariknya. Ayat ini sekaligus menjadi
penghantar bagi “jabatan” kekhalifahan manusia itu sendiri, yang
sesungguhnya setiap manusia adalah khalifah. Kekhalifahan hanya bias
mawjud manakala seseorang benar-benar menjadi hamba Allah, hamba dalam
kefanaan dirinya, fana’ul fana’ dan baqa’ bersama Allah. Itulah bagian
dari kekhalifahan sufistik, dimana pelanggaran-pelanggaran atas wilayah
ruh yang bersumber dari wilayah amr seringkali dipotong oleh
kefasikkan-kefasikan jiwa kita.
Ayat selanjutnya menegaskan :
“Bagaimana
kamu bisa kafir kepada Allah, sedangkan kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kami, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkannya kembali,
kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan ?”
“Dialah Allah yang
menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan dia berkehendak menuju
langit, lalu dijadika-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.”
Sebelum ada kehidupan didunia ini, semula kita ini
mati. Lalu dihidupkan kembali oleh Allah SWT. Allah mematikan lagi, lalu
menghidupkan lagi akhirat nanti. Kemudian semuanya kita kembali kepada
Allah.
Kealpaan manusia untuk kembali kepada Allah semakin
ditebalkan oleh hijab dengan ciptaan-ciptaan. Padahal, sesungguhnya ada
tujuh lapisan cahaya, tujuh lapisan jiwa dan lapisan-lapisan dalam alam
samawat lainnya, yang sangat erat hubungannya dengan makna spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar