"Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta alam"
"Yang Maha Pengasih Lagi Maha Pemurah"
"Yang menjadi Raja di hari agama""Alhamd" (Puji) baik secara aktual maupun verbal adalah bentuk
dari manifestasi keparipurnaan dan suksesnya suatu tujuan, dari segala yang ada. Sebab Hamdalah itu merupakan bentuk dari pujian pembuka, sekaligus merupakan pujian indah bagi yang berhak mendapatkannya.
Segala yang maujud
ini secara keseluruhan merupakan keistemewaan dan kekhasan, disamping
semuanya berorientasi pada tujuan dari pujian itu sendiri. Seluruh
keparipumaan muncul dari potensi-potensi menjadi aktual, dan semuanya
senantiasa menyucikan dan memuji-Nya. Sebagaimana dalam firman Allah
swt:
"Tak satu pun dari segala yang ada kecuali selalu bertasbih dan memuji-Nya".
Bentuk
tasbihnya adalah penyuciannya dari dualitas, dari sifat-sifat yang
kurang dan lemah, dengan hanya menyandarkan kepada-Nya saja, memberikan
petunjuk atas Ketunggalan dan Kekuasaan-Nya. Bentuk dari pujian jagad
raya ini adalah penampakan keparipurnaannya pada struktur jagad secara
tertib ini, kemudian memanifestasi pada sifat-sifat Jalaliyah (Keagungan dan kebesaran) dan sifat-sifat Jamaliyah (Keindahan).
Jagad
raya senantiasa memiliki kesadaran darimana awal mulanya, bagaimana
penjagaan atas kelestariannya dan pengaturannya, sebagai cermin
konotatif dari arti hakiki Rububiyah bagi semesta alam. Yakni
bagi segala sesuatu yang terkandung dalam Ilmu Allah. Seperti sebuah
tanda bagi yang ditandai, Juga mengandung makna globalitas keselamatan
yang penuh karena mengandung arti Ilmu dan sekaligus mengandung makna
mengalahkan. Yang terkandung itu juga berarti kebajikan-kebajikan yang
umum maupun khusus. Yaitu nikmat lahiriyah maupun nikmat batiniyah.
Nikmat lahiriyah seperti kesehalan dan rizki, sedangkan nikmat batiniyah
seperti pengetahuan dan ma'rifat.
Dari segi pengertian
totalitasnya adalah makna dari sifat Diraja bagi segala sesuatu yang ada
di hari akhir. Sebab tidak ada yang memberikan batasan kecuali Dzat
Yang Disembah, dengan pahala nikmat abadi, jauh dari kefanaan di saat
zuhudnya hamba, dan ketika Af'al Allah Tajalli saat af'al
hamba sirna, penggantian sifat hamba oleh sifat Nya ketika hamba dalam
kondisi keterhangusan, secara otomatis pengabadian melalui Dzat-Nya,
dianugerahkan wujud hakiki ketika dalam kefanaan hamba.
Maka
pujian dengan segala substansinya itu mutlak hanya bagi Allah Ta'ala,
secara azali maupun abadi menurut proporsi hak hamba melalui Dzat-Nya.
Jika digambarkan permulaan dan akhir dari tujuan, serta unsur diantara awal dan akhir dalam ungkapan tahapan Al-Jam'u (terglobalisir),
maka bisa diurai sebagai berikut: Bahwa Allah itu adalah Yang Memuji,
dan Yang dipuji, baik dari segi terglobalisir maupun terinci. Abid dan Ma'bud juga demikian, awal sekaligus akhir.
Ketika
Allah ber-tajalli terhadap hamba-Nya dalam kalam-Nya, melalui
Sifat-sifat-Nya, maka sang hamba menyaksikan-Nya dengan penuh keagungan
dan kharisma-Nya, para hamba menyaksikan keparipurnaan kuasa-Nya dan
kebesaranNya. Lalu para hamba itu berbicara kepada-Nya baik melalui
ucapan maupun tindakan melalui bentuk ibadah terhadap-Nya. Lalu mereka
meminta pertolongan kepada-Nya, sebab tak ada yang lain untuk disembah
kecuali hanya Dia. Tak ada upaya dan daya kekuatan bagi seorang pun
kecuali atas izin-Nya. Maka seandainya para hamba itu mampu hadir (di
hadiratnya) niscaya gerak dan diamnya pun merupakan ibadah bagi-Nya dim
bersamaNya. Mereka dalam shalat-shalatnya senantiasa langgeng, mendoa
dengan lisan cinta atas penyaksian mereka pada Kemahaindah-Nya, dari
sisi mana saja dan dimana pun mereka berhadap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar